YOGYAKARTA, suaramerdeka-jakarta.com - Penggunaan bahasa Jawa di tanah air, disampaikan Kepala Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), E. Aminudin Aziz, telah memberikan sumbangsih terhadap kekayaan bahasa Indonesia yang terlihat dari jumlah entri dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang berasal dari bahasa daerah.
Data per tanggal 10 Maret 2023 merincikan sebanyak 6.791 entri bahasa daerah dari 118.020 total entri dalam KBBI, terdapat 1.519 entri yang berasal dari bahasa Jawa. Saat ini, bahasa Jawa menempati bahasa daerah terbanyak yang entrinya masuk ke dalam KBBI.
"Ini artinya bahasa Jawa menjadi bahasa daerah terbesar yang berkontribusi terhadap bahasa Indonesia. Hal ini wajar karena penuturnya paling banyak," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Gusti Kanjeng Ratu Hemas menyampaikan bahwa bahasa Jawa telah banyak berkontribusi dalam perkembangan iptek dan kebudayaan termasuk diaspora dan hubungan luar negeri Indonesia.
Ratu Hemas menuturkan bahwa bahasa Jawa juga tersebar di pulau lain seperti Sumatera, Kalimantan, dan seterusnya. Bahkan di luar negeri pun terdapat penutur bahasa Jawa, seperti di Suriname, Kaledonia Baru, Malaysia, dan Singapura.
"Para penutur bahasa Jawa di luar negeri penting untuk menjalin diaspora Indonesia, membangun hubungan luar negeri yang baik dengan negara lain, dan membangun pengembangan kebudayaan dan studi bahasa Indonesia," tutur Ratu Hemas.
Ratu Hemas menjelaskan bahwa banyak sekali arsip sejarah yang dicatat dalam bahasa Jawa, seperti ilmu arkeologi, filsafat, bahkan agama yang dikembangkan dalam bahasa Jawa. Pengajaran bahasa Jawa sejak dini menurut Ratu Hemas, membantu perkembangan otak manusia.
Hal ini, dikarenakan bahasa Jawa sebenarnya mengajarkan lebih dari satu bahasa anak. Ada bahasa Jawa Ngoko yang digunakan untuk pergaulan sehari-hari, ada bahasa Jawa Kromo untuk berkomunikasi dengan orang yang lebih tua.
"Dengan demikian, setiap orang Jawa akan menjadi orang yang memiliki kemampuan bilingual," tegasnya.
Selain itu, bahasa Jawa diajarkan sejalan dengan budaya Jawa. Dengan mengajarkan bahasa Jawa, secara tidak langsung anak-anak juga belajar sopan santun dan bertutur kata dengan baik.
Ratu Hemas menjelaskan bahwa penanaman sikap dan karakter manusia diberikan melalui pengajaran bahasa Jawa. Semakin banyak kosa kata bahasa Jawa yang dimengerti oleh anak, maka akan semakin baik tingkah lakunya, dan semangkin tinggi budi pekerti dan budi bahasanya.
Dalam pengajaran lanjutan, juga diajarkan ilmu bahasa dan budaya yang lebih tinggi termasuk aksara jawa, alat musik, pakaian adat, dan upacara tradisional.
Sayangnya, Ratu Hemas melihat adanya kecenderungan generasi muda lebih lancar berbahasa Inggris daripada bahasa Jawa. Generasi Z kata dia, lebih senang mempelajari bahasa Jepang, Korea, dan Prancis.
Untuk itu, Ratu Hemas juga mendorong agar Balai Bahasa Yogyakarta, seniman, dan sastrawan untuk menciptakan karya atau publikasi ilmiah dalam bahasa Jawa sehingga bisa dinikmati oleh kaum muda. "Semoga makin banyak kegiatan yang mempertahankan budaya dan tradisinya," harapnya.***