JAKARTA, suaramerdeka-jakarta.com - Balai Bahasa Provinsi Papua bersama Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyelenggarakan kegiatan Revitalisasi Sastra Daerah. Kegiatan ini dilaksanakan pada 31 Agustus hingga 3 September 2021 di Distrik Depapre, Kabupaten Jayapura.
"Kegiatan revitalisasi sastra bertujuan untuk meningkatkan penguasaan masyarakat terhadap sastra daerah melalui lingkungan rumah tangga berupa aksi yang dipusatkan pada lingkup desa, kelurahan, atau kecamatan," ujar Kepala Balai Bahasa Provinsi Papua, Firman Susilo kepada wartawan, Sabtu 2 Oktober 2021.
Selain itu, juga meningkatkan penguasaan sastra daerah melalui ranah pendidikan, baik sebagai muatan lokal maupun ekstrakulikuler, dan meningkatkan penguasaan sastra daerah melalui komunitas, seperti kelompok kesenian atau kelompok pecinta sastra daerah.
Baca Juga: Sikap Risma Tidak Pancasilais
Firman memaparkan bahwa ada tiga manfaat dalam kegiatan revitalisasi sastra ini, yakni pertama mendokumentasikan kekhasan sastra daerah di Indonesia sebagai bagian dari upaya pelindungan sastra daerah. Kedua, melestarikan kekayaan bangsa Indonesia dari ancaman kepunahan.
"Terakhir, melakukan advokasi kepada pemerintah daerah untuk melindungi sastra daerah di wilayahnya masing-masing," paparnya.
Sementara itu, Kepala Distrik Depapre, Yahya Yarisetou mengatakan bahwa dirinya sangat mendukung kegiatan ini dan berharap seluruh peserta dapat mengikuti kegiatan ini dengan baik dan serius. "Terima kasih kepada Balai Bahasa Provinsi Papua yang telah bersedia menyelenggarakan kegiatan ini di wilayah Depapre," katanya.
Yahya Yarisetou juga berpesan kepada seluruh peserta agar dapat mengambil manfaat dari kegiatan ini untuk mengembangkan dan menghidupkan kembali sastra daerah di wilayah Depapre. Ia juga mengingatkan para peserta dan panitia untuk tetap menerapkan protokol kesehatan selama kegiatan ini berlangsung.
Baca Juga: Sinopsis Ikatan Cinta 2 Oktober 2021, Saat Momen Romantis Al dengan Andin, Irvan Labrak Papa Surya?
Kegiatan ini mengundang 30 orang peserta yang berasal dari empat kampung pemilik tiga bahasa yaitu bahasa Mooi, bahasa Tepera, dan bahasa Yewena.
Secara umum, lanjut Firman, kegiatan ini dapat diterima baik oleh para peserta dan pemangku kepentingan di Distrik Depapre.
"Hanya saja, para kelompok peserta pada awalnya merasa kesulitan untuk mengungkapkan sastra daerah yang mereka miliki karena menurut mereka hal itu adalah sesuatu yang sakral dan seharusnya memerlukan ritual adat dengan pembacaan doa atau mantera khusus yang dilakukan oleh orang-orang tertentu. Hal ini sempat menjadi perdebatan di antara para peserta itu sendiri," ungkapnya.
Pada akhirnya, panitia dan narasumber menjelaskan bahwa yang diinginkan dalam kegiatan ini adalah para peserta dapat menggali kembali potensi kesastraan daerah mereka tanpa harus melanggar ritual adat.
Sehingga para peserta dapat melestarikan sastra adat mereka dan menampilkannya sebagai salah satu potensi wisata. ***