Permendikbud PPKS Terobosan yang Melindungi Korban

- Sabtu, 13 November 2021 | 05:00 WIB
Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim dalam sosialisasi Merdeka Belajar Episode Keempat Belas: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual pada Jumat, 12 November 2021 (Suaramerdeka/Prajtna Lydiasari)
Mendikbudristek, Nadiem Anwar Makarim dalam sosialisasi Merdeka Belajar Episode Keempat Belas: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual pada Jumat, 12 November 2021 (Suaramerdeka/Prajtna Lydiasari)

JAKARTAsuaramerdeka-jakarta.com - Disosialisasikan sebagai Merdeka Belajar Episode Keempat Belas: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual pada Jumat, 12 November 2021, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi (Permendikbudristek PPKS) merupakan terobosan yang melindungi korban.

Sasaran Permendikdubristek PPKS adalah mencegah dan menangani setidaknya sebelas kemungkinan kejadian kekerasan seksual yang menimpa hubungan antar mahasiswa, pendidik, tenaga kependidikan, warga kampus, dan masyarakat umum yang berinteraksi dengan mahasiswa, pendidik, dan tenaga kependidikan.

Dalam pasal 4, misalnya disebutkan bahwa jika mahasiswa perguruan tinggi X mengalami kekerasan seksual yang dilakukan oleh mahasiswa perguruan tinggi Y, maka Satgas kedua kampus merujuk ke Permen PPKS untuk penangannnya.

Baca Juga: Minum Kopi Sebabkan Penyakit Jantung? Enggak Juga

"Permen PPKS memperinci bentuk tindakan dengan konsekuensi sanksi administratif, mengakui kemungkinan bentuk kekerasan seksual tersebut berkembang, dan mengatur langkah-langkah pencegahan guna mengurangi kerugian akibat kasus kekerasan seksual," ujar Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim seraya memaparkan rincian Permendikbudristek PPKS.

Selama ini, dalam proses penanganan kekerasan seksual, sering muncul kebingungan terkait hal-hal apa yang dapat dipahami sebagai kekerasan seksual. Rendahnya pemahaman terkait hal ini sering menyulitkan proses penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.

Merujuk pasal 5, yang termasuk tindak kekerasan seksual adalah verbal, nonfisik, fisik, dan melalui teknologi informasi dan komunikasi. Mendikbudristek menjelaskan Permendikbudristek PPKS ini juga berupaya menghilangkan area “abu-abu” yang ada selama ini.

Baca Juga: Jakarta Investment Forum (JIF) 2021, Pemerintah dan Pelaku Usaha Kolaborasi Pulihkan Ekonomi

"Apa yang dimaksud dengan area abu-abu? Area abu-abu adalah aktivitas-aktivitas yang dipahami secara tidak hitam dan putih, apakah itu merupakan kekerasan seksual atau bukan," jelasnya.

Mendikbudristek menilai, saat ini Indonesia berada pada situasi darurat kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Sebab, kekerasan seksual paling sulit dibuktikan, tetapi efeknya sangat besar dan berjangka panjang.

"Oleh karena itu, jika ada laporan kekerasan seksual, perguruan tinggi wajib melakukan penanganan yang meliputi pendampingan, pelindungan, pemulihan korban, dan pengenaan sanksi administratif," tuturnya.

Baca Juga: Hari Kesehatan Nasional, Rumah Sakit Siloam Sentosa Tambah Fasilitas CT Scan

Merujuk pasal 10 hingga pasal 19, Mendikbudristek mengajak sivitas akademika agar berperan aktif melindungi korban. "Pendampingan yang dimaksud mencakup konseling, advokasi, layanan kesehatan, bantuan hukum, bimbingan sosial dan rohani, serta pendamping bagi penyandang disabilitas," pungkasnya.

Mendikbudristek menegaskan, terkait dengan pelindungan di sini, meliputi jaminan keberlanjutan pendidikan atau pekerjaan, penyediaan rumah aman, serta korban atau saksi bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang diberikan.

Halaman:

Editor: Arif Muhammad Iqbal

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X