Ini Alasannya, Aliansi Penyelenggaran Pendidikan Minta Pembahasan Revisi RUU Sisdiknas Ditunda

- Kamis, 17 Februari 2022 | 02:05 WIB
SM/Dok
SM/Dok

JAKARTAsuaramerdeka-jakarta.com - Aliansi Penyelenggaran Pendidikan Berbasis Masyarakat meminta agar pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang sudah diinisiasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) ditunda.

"Revisi UU Sisdiknas perlu ditunda karena persoalan lokal, nasional dan global yang cenderung pada ideologi neoliberal yang mengabaikan keadilan sosial," ujar Ketua Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK), Rm. Mbula Darmin OFM melalui keterangan tertulis pada Selasa, 15 Februari 2022.

Karena itu, lanjutnya, perlu kajian yang holistik dan komprehensif agar betul-betul sistem pendidikan kita berorintasi pada keadilan sosial dan juga kesejahteraan dan kebahagiaan warga.

Aliansi itu terdiri dari Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah PP Muhammadiyah, LP Maarif NU PBNU, Majelis Pendidikan Kristen, Majelis Nasional Pendidikan Katolik, Perguruan Taman Siswa, dan Persatuan Guru Republik Indonesia.

Alasan penundaan, yakni pertama, kondisi pandemi Covid-19 memiliki dampak yang luar biasa, di antaranya adalah adanya learning loss. Karena itu, setiap pemangku kepentingan pendidikan, termasuk pemerintah dan pemerintah daerah, wajib mengerahkan segala sumber daya untuk memulihkan kehilangan pengalaman belajar.

Kedua, revisi UU Sisdiknas memang diperlukan, tetapi revisi ini memerlukan kajian yang mendalam, naskah akademik yang komprehensif, keterlibatan publik yang luas, berbagai macam perundangan yang beririsan, maka diperlukan kearifan untuk membahasnya secara mendalam dan komprehensif, mengingat pendidikan adalah hak setiap warga negara dan menjadi tanggungjawab semua.

"Kompleksitas persoalan pendidikan di Indonesia membuat revisi UU Sisdiknas perlu kajian yang mendalam dan luas dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan terutama penyelenggara pendidikan berbasis masyarakat," kata Ketua Umum Majelis Pendidikan Kristen di Indonesia (MPK), David Tjandra.

Ketiga, kondisi keberagaman, disparitas, dan kompleksitas persoalan pendidikan di Indonesia tidak memungkinkan diperoleh kajian yang mendalam dengan waktu singkat dan keterlibatan publik yang sangat terbatas.

Ketua Umum Pengurus Besar PGRI, Unifah Rosyidi menjelaskan bahwa persoalan tata kelola guru sangat terfragmentasi terlihat dari banyak undang-undang yang mengatur dari rekrutmen sampai pensiun.

"Revisi saat ini yang hanya mengintegrasikan UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, UU Pendidikan Tinggi, tidak akan menyelesaikan masalah tata kelola guru yang saat ini carut marut. Selain itu, martabat dan harkat guru harus ditempatkan secara khusus dan istimewa sebagai profesi yang luhur," jelas Unifah.

Sementara, Sekretaris Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Alpha Amirrachman mengungkapkan dampak pandemi pada sekolah-sekolah terutama sekolah swasta di lapangan sangat berat. Sebagian besar orang tua, kelas menengah ke bawah, kehilangan sumber penghasilan.

"Ini berdampak pada pendidikan anak-anak mereka. Karena itu, Kemendikbudristek seharusnya fokus pada pemulihan pendidikan yang multidimensional ini, bukan mengutak-atik perubahan UU Sisdiknas," ungkap Alpha.

Pemerhati Pendidikan, Doni Koesoema A menambahkan bahwa kecepatan dan ketergesaan dalam merevisi UU Sisdiknas tanpa arah yang jelas akan membahayakan masa depan pendidikan.

"Uji publik dan hearing, bila sekedar memenuhi syarat formal, tanpa mengkaji persoalan substansial, akan membawa pendidikan nasional semakin suram," tambah Doni.***

Halaman:

Editor: Arif Muhammad Iqbal

Tags

Terkini

Proses PPDB Jabar 2023 Full Digital

Selasa, 16 Mei 2023 | 16:42 WIB
X